Selasa, 08 Maret 2011

FREE DOWNLOAD

BIMBINGAN-KONSELING

KTSP

PENILAIAN PEMBELAJARAN

PEMBELAJARAN TEMATIK

ICE BREAK (GAME MULTI MEDIA)

PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Untuk Memahami Konsep PTK, silahkan baca tautan ini:

KONSEP PEMBELAJARAN

MANAJEMEN PENDIDIKAN

REGULASI PENDIDIKAN

UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2009 tentang Dosen
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah N0.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kesepuluh Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor. 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
PP Nomor. 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 53Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan


PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
KETENAGAAN
Permendiknas RI Nomor. 12 th 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah
Permendiknas RI Nomor 13 th 2007 tentang Standar Kepala Sekolah
Permendiknas RI Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah
Permendiknas RI Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor
Permendiknas RI Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah
Permendiknas RI Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah
SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN
Permendiknas RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan
Permendiknas RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Dosen
Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Dosen Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

AKREDITASI SEKOLAH
Permendiknas No. 29 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah-Madrasah
Permendiknas No 11 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SD-MI.
Permendiknas No.12 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMP-MTs
Permendiknas No. 52 Tahun 2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMA-MA
8 STANDAR PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Permendiknas RI Nomor. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Permendiknas Nomor 24 Tahuan 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Permendiknas RI No. 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasana SMK/MAK
Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan

LAIN-LAIN
Permendiknas No. 3 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2009.
Permendiknas No 39 Tahun 2009 tentang Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan.
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya.
Permendiknas No. 19 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010 untuk SMP.
Permendiknas No 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
Permendiknas No 20 Tahun 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di Bidang Pendidikan


INSTRUMEN SUPERVISI
Instrumen Akreditasi SMA 2008

Instrumen Akreditasi SD-MI

  • Permendiknas No. 11 Tahun 2009 tentang Akreditasi SD-MI

  • Lampiran-1

  • Isi lampiran-1

  • Lampiran-2

  • Isi lampiran-2

  • Lampiran-3

  • Isi lampiran-3

  • Lampiran-4


  • Instrumen Akreditasi SMP-MTs
  • Permendiknas No.12 Tahun 2009 tentang Akreditasi SMP-MTs

  • Teknik Penskoran Pemeringkatan Akreditasi SMP dan MTs

  • Petunjuk Instrumen Akreditasi

  • Instrumen Akreditasi SMP-MTs

  • Pengantar Petunjuk Teknik Pengisian Instrumen Akreditasi SMP-MTs

  • Petunjuk Teknik Pengisian Instrumen Akreditasi SMP-MTs

  • Petunjuk Instrumen Pengumpulan Data & Informasi Pendukung SMP-MTs

  • Instrumen Pengumpulan Data dan Informasi Pendukung SMP-MTs



  • INSTRUMEN KINERJA SEKOLAH STANDAR NASIONAL
    1. Instrumen Standar Isi
    2. Instrumen Standar Proses
    3. Instrumen Standar Kompetensi Lulusan
    4. Instrumen Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
    5. Instrumen Standar Sarana Prasarana
    6. Instrumen Standar Pengelolaan
    7. Instrumen Standar Pembiayaan
    8. Instrumen Standar Penilaian

    15 Tips mengajar bagi guru Matematika pemula ala Gisele Glosser

    1. Berfikir Kritis dan Usaha yang Jujur lebih penting daripada Jawaban yang Benar. Cobalah untuk tidak mengerutkan kening ketika siswa memberikan jawaban yang salah atau keliru. Mengerutkan kening seringkali ditafsirkan sebagai bahasa isyarat  penolakan yang dapat menghambat siswa untuk berpartisipasi dalam mengekspresikan pemikirannya.  .
    2. Tidak ada pengajaran tanpa pengendalian. Lebih baik Anda bersusah payah pada hari-hari awal masuk sekolah untuk menemukan cara-cara terbaik dalam mengelola kelas dan mendisiplinkan siswa,  daripada Anda harus melakukan perjuangan berat sepanjang semester karena Anda tidak berhasil menemukan cara yang paling efektif dalam pengelolaan kelas.
    3. Kadang-kadang hal terbaik untuk dilakukan adalah berhenti berbicara. Jika terjadi kebisingan di kelas, Anda tidak perlu berteriak-teriak meminta para siswa agar  berhenti gaduh. Cobalah Anda berdiri di depan kelas dengan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, kemudian tataplah mereka (khususnya siswa yang menjadi sumber keributan) dengan tetap tanpa menunjukkan  ekspresi  marah.
    4. Cobalah lakukan kegiatan yang bervariasi dari waktu ke waktu. Dalam proses pembelajaran rutinitas dan terstruktur memang hal yang baik, tapi apabila hal ini terlalu banyak dilakukan dapat menyebabkan Anda dan kelas Anda jatuh terjerembab ke dalam suatu kebiasaan yang membosankan.
    5. Mendorong siswa untuk bepartisipasi aktif. Berikan kesempatan kepada setiap siswa untuk tampil di depan kelas atau mempersilahkan mereka untuk bekerja dalam kelompok. Sedapat mungkin hindari pembelajaran yang  berpusat pada guru untuk sepanjang tahun.
    6. Cobalah untuk bersikap fleksibel. Misalnya, pada saat berlangsung proses pembelajaran di kelas, Anda punya aturan ketat terhadap siswa tentang permen karet. Tetapi mungkin Anda  dapat memejamkan mata untuk hal ini  ketika siswa sedang menghadapi ujian.
    7. Cobalah uraikan secara jelas topik-topik apa yang akan diujikan. Anda tidak hanya cukup dengan mengatakan dan menyuruh siswa “Minggu depan ulangan, silahkan Pelajari Bab 6!”. Perintah dan penugasan semacam ini akan dirasakan membingungkan, terutama bagi para siswa yang kurang memiliki keterampilan belajar.
    8. Meminta Dukungan Manajemen. Adalah penting untuk mendapatkan dukungan dari manajemen ketika Anda berhadapan dengan isu-isu sulit, terkait dengan proses pembelajaran yang  Anda lakukan. Misalnya, meminta dukungan untuk mengadakan konferensi dengan para orang tua siswa yang  mengalami kesulitan dalam belajar.
    9. Berikan siswa kesempatan untuk mengikuti ujian. Jika seorang siswa selalu hadir dalam setiap pertemuan di kelas, namun karena satu dan lain hal dia tidak bisa hadir pada hari ujian, Anda seyogyanya dapat  memberikan kesempatan kepadanya untuk mengikuti ujian susulan dan  jangan membiarkannya lebih dari satu atau dua hari.
    10. Gunakan teknik “Front Loading”.  Para siswa cenderung lebih  termotivasi untuk belajar pada awal masuk sekolah. Pada awal masuk sekolah, selain diajak meninjau kembali materi pada semester sebelumnya,  secara garis besarnya siswa juga diajak untuk mengenal topik-topik  yang  hendak dipelajarinya selama satu semester ke depan
    11. Ajarkan para siswa untuk memiliki keterampilan memecahkan masalah. Ketika siswa Anda memasuki dunia kerja atau terjun ke masyarakat, sudah pasti dia  akan banyak berhadapan dengan berbagai masalah yang harus dia selesaikan dengan baik. Melalui pembelajaran yang Anda lakukan diharapkan para siswa akan terbiasa  dan terampil  dalam memecahkan aneka masalah yang dihadapinya..
    12. Berikan penghargaan atas setiap hasil dan usaha belajar mereka. Penghargaan yang Anda berikan akan memberikan motivasi kepada para siswa untuk mengerjakan sesuatu lebih baik lagi
    13. Lakukanlah yang terbaik dari diri Anda dan  bersikap adillah  kepada seluruh siswa, maka Anda akan mendapatkan rasa hormat dari mereka. Krisis kepercayaan kepada guru  seringkali bersumber dari ketidaksanggupan untuk menampilkan yang terbaik kepada siswanya.
    14. Motivator terbaik adalah Menghubungkan Pembelajaran dengan Dunia Nyata. Jangan lepaskan pembelajaran dari dunia nyata siswa, belajarkanlah mereka hal-hal yang berhubungan dan menyentuh langsung kehidupan mereka  Misalkan guru Matematika ketika sedang membelajarkan tentang sistem metrik, mintalah kepada siswa membawa kertas karton kosong dan botol-botol dari dapur mereka,  untuk dijadikan sebagai media pembelajaran.
    15. Di sekolah-sekolah tertentu, adakalanya siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan (kelas unggulan). Hal ini membuat mereka lebih menonjol dibandingkan peserta lainnya. Di satu sisi, cara ini dapat memberikan  kemudahan bagi guru untuk memberikan pelayanan pembelajaran secara homogen, namun di sisi lain juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
    sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/04/12/tips-sukses-menjadi-guru-ala-gisele-glosser/ 


    Baca Juga :

    Jumat, 04 Maret 2011

    Syair Pujian Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

    Datangnya bulan Rabi’ul Awwal selalu identik dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid sendiri pertama kali digelar pada tahun 1187 M atas prakarsa Sultan Shalahuddin al Ayyubi, Mesir (1138 - 1193), dengan maksud untuk membangkitkan semangat jihad kaum Muslim merebut kembali Yerussalem dari kekuasaan pasukan Salib.

    Pada tahun 1185 M, ketika menunaikan ibadah haji, Shalahuddin menyerukan perlunya membangkitkan semangat jihad tersebut. Untuk itu, beliau membuka sayembara menulis riwayat Rasululllah SAW dalam untaian puisi, yang kemudian dimenangkan oleh Syaikh Ja’far bin Abdul Karim al Barzanji. Dan syair sang imam itu berperan penting dalam usaha pembebasan kota Yerussalem.

    Hingga kini, tradisi peringatan itu pun tetap berjalan termasuk di Indonesia. Di berbagai tempat, umat Islam sibuk mempersiapkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dari yang akan menggelar acara besar-besaran dan berdurasi panjang seperti perayaan tradisional Sekaten di Solo dan Yogya, sampai pengajian kecil-kecilan di rumah.

    Dari yang diikuti ribuan jemaah seperti Maulidan di kediaman para habib terkemuka, sampai yang cuma diikuti belasan orang di langgar kecil di kampung-kampung. Meski bentuk acaranya beragam, ada satu mata acara yang sama di berbagai tempat: pembacaan Maulid Nabi. Setiap daerah mempunyai bacaan Maulid favorit masing-masing.

    Di komunitas habaib, misalnya, yang biasa dibaca ialah Simthud Durat; karya Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Sementara kalangan pesantren tradisional di Jawa Timur lebih akrab dengan Maulid Ad-Diba’i karya Syaikh Ali bin Abdurrahman Ad-Diba’i Az-Zubaidi. Maulid yang sama juga dibaca oleh sebagian habib di Sampang, Madura.
     

    Lain lagi tradisi di sebagian pesisir utara Jawa. Di sana, kalangan pesantren dan majelis ta’lim kaum ibu menggemari pembacaan Maulid Barzanji, yang digubah oleh Syaikh Ja’far bin Abdul Karim Al-Barzanji. Ada juga komunitas habaib yang membaca Maulid Burdah, karya Imam Al-Bushiri, seperti di Kauman, Semarang. Selain membaca Al-Barzanji, sebagian warga Betawi juga ada yang membaca Maulid Azabi, karya Syaikh Ahmad Al-Azabi. Belakangan, di beberapa tempat juga dibaca Maulid Adh-Dhiyaul karya Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz.

    Rata-rata, pembacanya alumnus Ma’had Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut, Yaman, yang memang diasuh oleh sang penggubah Maulid kontemporer tersebut.

    Pembacaan Maulid Nabi SAW memang salah satu khazanah kebudayaan Islam yang luar biasa. Keindahan gaya bahasa karya para ulama ahli sastra yang terdiri dari natsar (prosa) dan nazham (langgam qashidah) itu, bak rangkaian ratna mutu manikam. Ungkapan-ungkapannya yang cantik menawan, tak jarang menghanyutkan perasaan pembaca dan pendengarnya dalam samudera kecintaan kepada Rasulullah SAW.

    Tak mengherankan, dalam pembacaan Maulid tersebut kerap kali dijumpai hadirin yang tersedu-sedu menangis karena terharu. Dan tak jarang, linangan air mata itu juga dibarengi histeria kerinduan kepada sang Nabi Akhir Zaman tersebut. Pengaruh psikologis yang dahsyat inilah yang dulu diharapkan oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, Mesir (1138-1 1 93 M), saat pertama kali mencetuskan penyelenggaraan pembacaan Maulid Nabi pada tahun 1187 M sehingga dapat menggugah kembali kesadaran semangat umat Islam. Upaya memelihara semangat dan ghirah keislaman itu jugalah yang akan ditonjolkan para ulama Nusantara saat memperkenalkan dan melestarikan perayaan Maulid Nabi.

    Dalam kitab Al-Hawi Fatawi, Imam Suyuthi menulis, “Sesungguhnya kelahiran Rasululluh SAW merupakan nikmat teragung yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada kita, dan wafatnya beliau adalah musibah terbesar bagi kita. Syariat telah memerintahkan kita untuk menampakkan rasa syukur atas nikmat yang kita peroleh, dan bersabar serta tenang dalam menghadapi musibah. Syariat juga memerintahkan kita untuk melakukan aqiqah bagi bayi yang lahir, sebagai perwujudan rasa syukur. Namun, ketika kematian tiba, syariat tidak memerintahkan untuk menyembelih kambing atau hewan lain. Bahkan syariat melarang untuk meratapi mayat dan menampakkan keluh kesah.”

    Dalam suatu riwayat, Sayyidina Abbas pernah menyampaikan bait-bait syair pujian di hadapan Nabi SAW dan sejumlah sahabat. Diriwayatkan bahwa usai Perang Tabuk, Sayidina ‘Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, menemui Rasulullah SAW, yang juga kemenakannya, ia berkata, “Aku ingin mengucapkan syair pujian bagimu.”

    Namun Nabi, yang memang enggan dipuji, berkata, “Semoga Allah menjaga gigimu dari kerontokan.”

    Lalu Sayidina ‘Abbas melantunkan syair yang menceritakan perjalanan hidup Nabi sejak sebelum lahir hingga saat kelahirannya:

    Sebelum terlahir ke dunia
    engkau hidup senang di surga
    Ketika aurat tertutup dedaunan
    engkau tersimpan di tempat aman

    Kemudian engkau turun ke bumi
    Bukan sebagai manusia
    segumpal darah maupun daging
    tapi nutfah di perahu Nuh

    Ketika banjir menenggelamkan semuanya
    anak-cucu Adam beserta keluarganya
    engkau pindah dari sulbi ke rahim
    dari satu generasi ke generasi
    Hingga kemuliaan dan kehormatanmu
    berlabuh di nasab terbaik
    yang mengalahkan semua bangsawan

    Ketika engkau lahir, bumi bersinar
    cakrawala bermandikan cahayamu
    Kami pun berjalan di tengah cahaya
    sinar dan jalan yang penuh petunjuk



    Pujian yang melambung bagi Rasulullah SAW, yang memang sudah selayaknya, mengingat akhlaq beliau yang mulia, sosok kepribadian beliau yang luar biasa sebagai contoh teladan yang baik (uswatun hasanah). Memang, Rasulullah SAW pernah melarang umatnya menyanjung dan memuja beliau secara berlebihan. Tapi, larangan itu dalam konteks yang berbeda.

    Dalam sebuah hadits shahih beliau bersabda, “Janganlah kalian memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba -Nya, maka ucapkanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.” (HR Bukhari dan Ahmad).


    Mengenai hadits tersebut, para ulama menjelaskan dalam beberapa kitab bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah melarang umatnya memuji beliau. Yang beliau larang ialah pujian yang berlebihan, sebagaimana yang dilakukan oleh umat Nasrani kepada Nabi Isa AS, yaitu menempatkan beliau sebagai “anak Tuhan”. Inilah jenis pujian yang dilarang oleh Rasulullah SAW, dan inilah yang dimaksud dengan pujian yang berlebih-lebihan tersebut.

    Dan terbukti, sejak hadits tersebut diucapkan hingga kini, tak seorang pun mereka yang memuji Rasulullah SAW melebihi batasannya sebagai manusia. Dan tak seorang pun yang menuhankan beliau. Bahkan, semua pujian yang indah dan berbahasa sastra belum seberapa dibanding pujian Allah dalam Al-Quran.

    Wallahu a’lam
    Sumber http://infokito.net/syair-pujian-peringatan-maulid-nabi-muhammad-saw/

    SYA'IR KH. ABDURRAHMAN WAHID

    Astaghfirullah Rabbal Baraya
    Astaghfirullah minal Khotoya
    Rabbiy Zidni 'Ilman nafi'a
    Wa wafiqni 'amalan Sholiha

    Ya RASULALLAH Salamun 'Alaik
    Ya Rafi'azani wad daroji
    'Afatal Yaji Roddal 'Alami
    Ya uhailaljuudi wal karami..x2

    Ngawiti Ingsun ngarang Syi'iran
    Kelawan Muji maring PENGERAN
    Kang paring Rahmat lan Kenikmatan
    Rino Wengine tanpo Pitungan... x .. 2

    Duh Bolo Konco Prio Wanito
    Ojo Mung Ngaji Syari'at Bloko
    Gur pinter ndongeng nulis lan moco
    Tembe mburine bakal sangsoro x .. 2

    Akeh Kang apal Qur'an Hadist e
    Seneng ngafirke marang liyane
    Kafire dewe gak di gatek ke
    Yen isih kotor ati akale x ..2

    Gampang kabujuk Nafsu angkara
    Ing pepaese GEBYARE DONYO
    Iri lan meri sugihe tonggo
    Mulo atine peteng lan nisto..x 2

    Ayo Sedulur Jo ngelale'ake
    Wajibe ngaji sak pranatane
    nggo ngendel ake IMAN TAUHIDE
    Baguse sangu MULYO MATINE..x2

    Kang aran sholeh bagus atine
    Kerono mapan syari'atmu ne
    Laku thariqot lan ma'rifate
    Ugo haqiqot manjing rasane..x2

    Al Qur'an Qodim wahyu minulyo
    Tanpo di nulis biso diwoco
    Iku wejangan Guru Waskito
    Den tancepake ing jero dodo..x2

    Gumantil ati lan pikiran
    Ngerasuk ing badan kabeh jeroan
    Muji nang Rasul dadi pedoman
    Minongko dalan manjinge IMAN..x2

    Kelawan Allah kang moho Suci
    Kudu rangkulan rino lan wengi
    Di Tirakati di Riyadhohi
    DZIKIR lan Suluk jo nganti lali..x2

    Uripe ayem rumongso aman
    Dununge roso tondo yen iman
    Sabar narimo najan pas-pas an
    Kabeh di nakdir saking pengeran..x2

    Duh Lawan konco Dulur lan tonggo
    Kang podo rukun ojo ngresilo
    Iku sunahe rasul kang mulyo
    Nabi Muhammad panutan kito..x2

    Ayo ngelakoni sekabehane
    Allah kang Bakal ngangkat derajad te
    Senajan Asor Toto Dhohire
    Ananging Mulyo MAQOM derajad te..x2

    Lamun Palastro ing pungkasane
    Ora Kesasar ROH lan SUKMANE
    Den Gadang ALLAH Suargo manggone
    Utuh Mayite ugo Ulese..x2

    Ya Rasulallah Salamun 'Alaik
    Ya Rafi'azani wad daaroji
    'Afatal Yaji Roddal 'Alami
    Ya uhailaljuudi wal karami..x2

    Al Fatihah

    Hadanallahu wa iyyakum wa 'afwa minkumWassalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa barakatuh
    video ada di http://www.facebook.com/video/video.php?v=1793167828642

    ASWAJA

    Aswaja Klaim Nahdlatul Ulama
    Pembakuan terhadap Kemapanan dalam Visi
    Anak Muda Nahdlatul ‘Ulama*
    Imam Ghazali MA

    Mukaddimah
    NU sejak berdirinya tahun 1926 mencantumkan istilah aswaja pada Qanun Asasinya.Jadi bagi NU, aswaja adalah doktrin aqidah yang harus dimengerti, ditanamkan secara benar dan dipertahankan oleh pimpinan dan para anggotanya. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep Ahlusunnah Waljamaah disingkat Aswaja yang dijabarkan oleh K.H.Bisyri Mustafa dibakukan menjadi Aswaja versi NU. Menurutnya Aswaja adalah golongan muslim yang mengikuti rumusan Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang aqidah dan mengikuti salah satu dari mazhab empat dalam fiqih serta mengikuti Imam Al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali dibidang tasawuf. Dan kesemuanya itu menjadi rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

    Tapi anehnya, ulama NU sejak berdiri sampai saat ini belum sempat melakukan “kajian serius” terhadap pemikiran para tokoh perumus Aswaja tadi. Kevakuman ini mendorong generasi muda NU terutama mereka yang mengenyam pendidikan tinggi, seperti Said Aqil, Masdar F. Mas’udi, Nurhadi Iskandar, Ulil Absar Abdalla dan lain-lain mencoba untuk melakukan “kajian kritis” terhadap keabsahan rumusan tersebut. Apakah betul klaim aswaja sebagai doktrin kelompok tradisional (baca NU) ?.

    Jauh sebelumnya, Umar Hasyim dalam bukunya "Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah" menekankan bahwa pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah dianut oleh seluruh umat Islam kalangan Sunni dan menolak asumsi bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah hanya dianut oleh segolongan tradisional saja.(Lihat, Einar Matahan Sitompul,Mth, NU dan Pancasila, footnote, hal 70)

    Walhasil, dengan melihat latar belakang intelektualitas para perumus Aswaja model NU dan kondisi sosialogis masyarakat Indonesia pada awal berdirinya NU, secara apriori ada satu keyakinan bahwa konsepsi Aswaja model NU tidak dimaksudkan sebagai defenisi mutlak dan oleh karenanya sangat kondisional dan temporal.

    Aswaja dalam Konteks Historis
    Kaum muslimin pada masa Rasullullah SAW adalah umat yang satu, tidak terkotak-kotak dalam aneka kecenderungan, baik kabilah, paham keagamaan, ataupun visi sosial politik. Segala masalah yang muncul segera teratasi dengan turunnya wahyu dan disertai dengan pengarahan dari Rasullulah SAW. Walaupun tradisi kaum muslimin yang cukup dinamis dan terkendali pada waktu itu. Konon Rasulullah SAW sering memprediksi “kondisi nyaman” ini akan segera pudar sepeninggal beliau. Prediksi Rasullulah SAW itu terungkap dalam beberapa hadits, yang biasanya diawali dengan kata-kata “saya’ti ala ummati Zaman” (umatku akan sampai pada suatu masa), “sataf tariqu ummati” (umatku akan terpecah) dan seterusnya.

    Berdasarkan hadits “model Prediksi” itulah istilah Ahlusunnah Wal Jamaah ditemukan. Rasulullah SAW.bersabda :”Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, hanya satu golongan yang selamat dan yang lain binasa”. Ditanyakan :Siapakah golongan yang selamat itu ? Rasulullah menjawab Ahlussunnah Wal Jamaah. Ditanyakan: apa Ahlussunnah Wal Jamaah itu ?. Rasulullah menjawab: “apa yang aku dan sahabat-sahabatku lakukan saat ini”

    Hadits “iftiraqul ummah” diatas seperti yang dikatakan Abdul Qahir, mempunyai banyak isnad dan banyak sahabat yang meriwayatkannya. Namun demikian, ulama berbeda pendapat tentang keshahihan hadits tersebut.

    Yang pertama: berpendapat dhaif dengan hujjah tak satu pun dari sekian isnad yang tidak mengandung perawi dhaif . Yang kedua: berpendapat muhtajju bihi dengan alasan: meskipun tidak satu pun isnad yang tidak mengandung perawi dhaif tapi banyaknya isnad dan sahabat yang meriwayatkan, memperkuat dugaan adanya hadits tersebut.(lihat :Al-Baghdady, Al-farqu Bainal firaq,Hal 7 catatan kaki).

    Jadi, jika hadits itu shahih Aswaja sebagai informasi yang akan muncul kemudian, sudah dikenal sejak masa Rasulullah SAW,.tetapi Aswaja sebagai realitas komunitas muslim belum ada pada masa itu. Atau dengan kata lain kaum muslimin pada masa Rasulullah itulah Aswaja; berdasarkan hadits tadi “ma ana alaihi al-yauma wa ashhabi” bahwa aswaja adalah sikap dan amalan yang kulakukan sekarang bersama sahabat-sahabatku. Jadi amalan (Sunnah) Rasul yang bersama para sahabat itulah yang disebut Aswaja. Yaitu ketika kaum muslimin tidak terkotak-kotak dalam kecenderungan misi politik. Ternyata setelah beliau wafat, para sahabat sudah terkotak dalam kecenderungan politik tertentu. Dengan mengikuti logika “asap dan api”, isu “iftiragul ummah” dari prediksi Rasul menjadi kenyataan dan adanya satu firqah (golongan) yang selamat, sudah dikenal pada masa sahabat. Akan tetapi klaim sebagai Aswaja belum ada pada masa sahabat. Dengan demikian pada masa khulafaurrasyidin pun masih dipertanyakan apakah masuk dalam kriteria ma ana ‘alaihi al-yauma wa ashhabi ?

    Setelah beliau wafat, kecenderungan politik dengan segala frediksinya mulai tampak ke permukaan, antara golongan Anshar, Muhajirin, dan Ahlul Bait. Tetapi .frediksi itu segera teratasi, setelah mayoritas umat sepakat membaiat Abu Bakar, kemudian Umar, Usman, dan Ali sebagai pimpinan tertinggi kaum muslimin (khalifah-Khulafa). Tetapi itu bukan berarti frediksi kecenderungan politik pudar pada masa yang dikenal dengan era Khulafa al-Rasyidin itu. Frediksi itu terus berkembang dan menunggu waktu yang kondusif untuk muncul.

    Usman yang tewas secara tragis dan naiknya Ali sebagai khalifah dianggap oleh para sejarawan sebagai titik kulminasi munculnya friksi politik yang terpendam pada masa Abu Bakar dan Umar. Kejadian ini dikenal dengan Fitnah Kubra yang pertama. Dan dari sinilah visi politik kaum muslimin sulit dipadamkan bahkan mengarah pada konfrontasi yang terus menerus.

    Berangkat dari konfrontasi fitnah kubra I yang segera diikuti perang shiffin sebagai fitnah kubra II, visi dan friksi politik kaum muslimin sudah sulit untuk disatukan kembali. Semua golongan yakin akan “kebenaran” visi politiknya. Atas dasar keyakinan itulah semua golongan membangun tradisi intelektual dari semua lini disiplin ilmu keislaman yang berkembang. Masing- masing golongan sibuk meligitiasi Qur’an, hadits dan atsar para sahabat sesuai dengan kecenderungan politik mereka masing-masing.

    Landasan tradisi intelektual diatas, akhirnya semakin kokoh, setelah kaum muslimin berinteraksi dengan ragam budaya lokal, seperti Parsi, India, Asyuri, Finiqi, Zoroaster Masehi, Yahudi, dan yang paling menonjol adalah tradisi Hellenisme Yunani.

    Kapan Klaim Aswaja pada Suatu Golongan Tertentu Muncul ?
    Pendapat pertama: Sejak akhir Khulafatur-Rasyidin sampai tumbangnya Dinasti Umayah, komunitas aswaja sebetulnya belum muncul. Istilah ini juga tidak dikenal dalam pengajian (halaqah-halaqah) Hasan al-Basri (22-110 H). Komunitas yang paling menonjol pada masa Dinasti Umayah adalah:Umayah. Alawiyyin yang berkoalisi dengan Abbasiyyin menjadi Hasyimiyyin, Mu’tazilah, Hasyawiyah, Khawarij, dan Ahlul Hadits.

    Kemudian pada awal Dinasti Abbasiyah komunitas Ahlul-Hadits mulai nampak eksistensinya. Ini berawal sejak digulirkannya mihnah khuluqul Al-Quran oleh imam Ahmad bin Hanbal sebagai tokoh sentralnya.

    Dari paparan diatas, diskursus pemikiran yang paling menonjol dan berpengaruh pada tatanan sosial dan politik pada abad kedua dan ketiga Hijriyah (masa Abbasiyah I) adalah rasional Mu’tazilah yang berhadapan dengan golongan tektualis Ahlus Hadits Hanabilah. Golongan terakhir inilah kemudian mengklaim diri mereka sebagai aswaja.

    Pendapat kedua; Menurut Abu Hatim Ar-Razi, seorang penganut Syiah Ismailiyah (wafat 322 H), tema Aswaja mulai populer dikalangan bani Umayyah setelah padamnya pemberontakan Hasan, Husein dan Ibnu Zubair. Pendukung Bani Umayyah berkata,“kami adalah ahlul Jamaah Siapa menentang kami berarti menentang umat dan meninggalkan sunnah.Kami adalah ahlusunnah wal Jamaah”. Ar-Razi mengomentari peristiwa itu dengan mengatakan, “maksud mereka adalah menyepakati satu pemimpin meskipun berbeda pendapat dan mazhab” (lihat Ibrahim Hâkat, Assiyâsah wa Al-Mujtamâ’fi ‘Ashri Al-Umawy, hal .295) Dengan mengacu pada pendapat Ar.-Razi, berarti klaim aswaja pertama kali dimunculkan oleh bani umayyah untuk menunjuk pada golongan politik dan bukan aqidah.

    Pendapat ketiga; Muhammad Abduh dalam Risalat at tauhid menjelaskan bahwa aswaja adalah klaim pendukung dan pengikut Al-Asy’ari (wafat 303 H) seperti Imam Haramain, Al- Isfiayny dan Abu Bakar Al-Baqilany untuk pendapat beliau. (lihat Muhammad Abduh, Risâlatut Tauhid, hal 11).Secara implisit Abduh mengatakan bahwa tema aswaja baru muncul pada awal abad empat, dan untuk menunjuk golongan aqidah. Dari pendapat kedua dan ketiga dapat disimpulkan bahwa istilah aswaja belum ada pada masa pemulaan Islam. Sebab pada waktu itu umat Islam masih dalam kondisi Ummatun Wahidah.

    Perpecahan umat Islam akibat perbedaan haluan politik pada masa sahabat memang melahirkan kelompok-kelompok. Akan tetapi tak satu pun kelompok diberi nama Aswaja. Baru pada masa pemerintahan dinasti Umayyah, kelompok itu mengklaim dirinya sebagai kelompok Aswaja. Begitu juga ketika Ma’bad Al-Juhany, Ghoylan Ad-Dimasyqy dan Yunus Al-Asway pada masa akhir sahabat mempermasalahkan qadla dan qadar (lihat Syahrasyatany, Milal wan Nihal,hal.22), lahir kelompok-kelompok dengan aqidah masing-masing. Namun tak satu pun kelompok yang dijuluki sebagai Aswaja. Baru setelah Asy’ari memodernisasi ekstrem aqal dan ekstrem naql dalam aqidahnya, para pengikutnya memproklamirkan diri sebagai Aswaja. Dari fakta diatas ada indikasi bahwa munculnya klaim Aswaja merupakan upaya mendapatkan kemenangan psikologis bagi suatu golongan.

    Siapakah Ahlussunnah Wal Jamaah ?
    Hadits prediksi Rasul tentang iftiraqul ummah tidak menunjuk dengan sharih orang-orang yang termasuk dalam golongan Aswaja. Ia hanya memberikan petunjuk secara global bahwa Aswaja adalah orang-orang yang mengikuti “jejak Nabi dan Sahabat” bisa berbeda antara satu orang dengan yang lain atau satu golongan dengan golongan lain.

    Secara etimologis Ahlussunnah Wal Jamaah terdiri dari tiga kata, yaitu: ahl; keluarga, kelompok, golongan, dan komunitas, al-sunnah; tradisi, jalan, kebiasaan dan perbuatan sedang al-jamaah; kebersamaan, kolektifitas, komunitas, mayoritas dan lain-lain. Tiga rangkaian kata diatas, kemudian berkembang menjadi istilah bagi sebuah komunitas muslim yang secara konsisten bepegang teguh kepada tradisi (sunnah) Nabi Muhammad Saw dan sebagai landasan normatif setelah Al-Qur.’an, dan selalu mengikuti alur pemikiran dan sikap mayoritas kaum muslimin. Dengan kata lain Ahlussunnah adalah golongan mayoritas. Bila bani Umayyah mengklaim sebagai kelompok mayoritas maka Syiah pun membalasnya dengan klaim yang sama. Bahkan mereka mengatakan bahwa bani Umayyah adalah kelompok separatis. (Ibahim Haokat,As-Siyasah wal Mujtama’ i Ashil Umawy, hal 318)

    Jadi pendefenisian Aswaja oleh bani Umayyah tidak mereduksi globalitas konsep Aswaja dalam hadits. Aswaja masih saja tidak mempunyai ciri dan karakteristik tertentu yang bisa menunjuk pada kelompok tertentu.

    Konsepsi Aswaja baru mendapatkan karakteristik politis dan theologis ketika para pendukung Asy’ari memproklamasi kan diri sebagai Aswaja. Meskipun Asy’ari dikenal sebagai theolog, wa bittalii mazhab yang didirikan adalah mazhab theologi, akan tetapi perbedaan umat Islam dalam aqidah pada waktu itu interen dengan perbedaan politis. Sehingga mazhab theologi Asya’ri juga mencakup pendapat beliau tentang khilafah .

    Al-Baqdhadi (wafat29 H) dalam alfarqu bainal firaq, mengembangkan cakupan Aswaja dan Beliau tidak memasukkan merumuskan konsepnya dengan karakteristik yang lebih jelas. Menurutnya ada lima belas pokok aqidah yang harus diketahui oang mukallaf. Dan orang yang mempunyai pendapat berbeda dengan 15 aqidah tersebut maka orang itu tersesat. 
    Beliau juga membagi kelas kelas Aswaja menjadi delapan yaitu: mutakallimin, fuqaha, muhaditsin,mufassirin,ulamaahl lughah, mutashawwifin, orang-orang yang berjihad dan orang-orang yang mengikuti pendapat ulama Aswaja. Beliau tidak memasukkan Khawarij, Qadariyyah, Syi’ah dan lain-lain dalam kelompok Aswaja karena menurutnya mereka adalah orang-orang yang mencela, mengfasikkan para sahabat bahkan mengkafirkannya. Padahal Aswaja adalah orang yang mengikuti jejak sahabat.

    Ada beberapa catatan yang perlu disampaikan bahwa:
    1. Dalam menafsirkan Aswaja ,Al-Bagdâdy tidak menyebut-nyebut dalil naqli. Penafsirannya hanya didukung pemahaman aqal terhadap lafadz ashhaby. 
    2. Al-Bagdady memasukkan kelompok mutasawwifin dalam kelompok aswaja, padahal fuqaha menentang keras aliran tersebut. 
    3. kelima belas kelompok yang ditetapkan Al-Bagdady adalah masalah-masalah yang sedang diperdebatkan.
     Jadi dari pembahasan diatas bisa disimpulkan bahwa perumusan Aswaja yang kemudian dibakukan adalah pengintian masalah-masalah aqidah yang sedang diperdebatkan dan penetapan salah satu pendapat yang dianggap sesuai dengan pendapat mayoritas sahabat.

    Konsep Aswaja Versi NU
    “Hai para ulama dan pemimpin yang takut kepada Allah dari kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah dan pengikut mazhab Imam empat! Kalian sudah menuntut ilmu agama dari orang-orang yang hidup sebelum kalian, begitu pula generasi sebelumnya dengan bersambung sanadnya sampai pada kalian. Begitu juga kalian harus melihat dari siapa kalian menuntut ilmu agama Islam. Karena dengan cara menuntut ilmu pengetahuan seperti itu maka kalian menjadi pemegang kuncinya, bahkan menjadi pintu gerbangnya ilmu agama Islam. Oleh karenanya janganlah memasuki satu rumah kecuali melalui pintunya. Barang siapa yang memasuki satu rumah tidak melalui pintunya maka ia adalah pencuri”. (Einar,opcit,hal 69).
    Demikian Hadatus Syekh Hasyim Asy’ari mulanya merumuskan aswaja.
    Yang menarik dari perumusan diatas adalah disebutkannya Pengikut Imam Mazhab Empat. Ini satu indikasi bahwa penekanan aswaja mulanya pada permasalahan fiqh yang dalam hal ini adalah masalah taqlid terhadap imam empat. Hal ini bisa dimengerti karena perbedaan esensial yamg terjadi antara kelompok pembaharu dengan kelompok tradisional adalah masalah taqlid dan ijtihad.

    Tetapi mengapa hanya pendapat imam yang empat dianut? Jawaban yang sering terdengar adalah hanya imam empat itulah yang mazhabnya terkodifikasi lengkap sehingga sampai ke tangan kita dengan selamat. Adapun mazhab lainnya belum terkodifikasi secara lengkap sehingga pendapatnya tidak utuh sampai ke tangan kita. Kalau benar ini alasannya, maka ada satu kejanggalan, mengapa madzhab Ad-Dzahiri dengan mengacu kitab al-Muhallâ Ibnu Hazm tidak diikuti. Padahal Ibnu Hazm juga disebut oleh Al-Baghdadi sebagai ulama Ahlussunnah.

    Jika NU merumuskan Aswaja dengan menyebut para tokoh bersama rumusannya sebagai panutan yang harus diikuti dapat diartikan bahwa NU ingin memadukan pemahaman ajaran islam yang mengandung unsur-unsur yang terjadi pada abad II, III, IV, V, dan VI Hijriyah.

    Definisi yang dirumuskan (hasil penjabaran KH.Bisyri Mustafa) adalah sebagai berikut: satu, menganut ajaran-ajaran Imam madzhab dari salah satu empat madzhab dalam bidang fiqih. Kedua, menganut ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi dalam bidang tauhid. Ketiga, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qasim Al-Junaidy dan Ghazali dalam bidang tasawwuf. Rumusan pada point kedua menegaskan corak ke-Aswaja-an NU dan sikap kaum tradisional terhadap gerakan pembaruan, sedang pada point ketiga merupakan sikap penerimaan NU terhadap paktek tasawuf dengan menyeleksi tasawuf yang benar.

    Bila kita bandingkan dengan konsepsi Aswaja Al-Baghdadi, setidaknya ada dua hal yang berbeda ; Pertama, Aswaja versi NU tidak menyebutkan pandangannya tehadap masalah khilafah. Hal ini bisa dimengerti, karena Islam yang masuk di Indonesia bukan Islam Syiah juga bukan Khawarij oleh karenanya perbedaan umat Islam di Indonesia tidak berkisar pada masalah itu. Kedua, Aswaja model NU langsung dengan jelas menunjuk pada aliran tasawuf tertentu, yang itu tidak masuk dalam konsepsi Aswaja Al-Baghdadi. Jadi mengacu pada hal diatas bisa disimpulkan bahwa Aswaja model NU di satu sisi merupakan reaksi terhadap gerakan pembaruan dan di sisi lain merupakan pengakuan tehadap praktek keagamaan yang berkembang saat itu.

    Jika rumusan NU diatas dimaksudkan mendefinisikan Aswaja, maka definisi itu mengandung beberapa kelemahan; 
    pertama, para imam madzhab fiqih tidak mungkin secara teologis mengikuti rumusan al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena masa hidup imam madzhab itu jauh lebih awal sebelum Al-Asy’ari lahir malah yang terjadi Al-Asy’ari dalam fiqih mengikuti Imam Syafi’i, dan al-Maturidi mengikuti madzhab Hanafi. Kedua, Imam Junaidi tidak mungkin mengikuti teologi al-Asy’ari dan Al-Maturidi, karena yang pertama hidup satu abad sebelum tokoh kedua dan ketiga lahir. Junaidi juga tidak dikenal sebagai pengikut salah satu mazhab fiqih. Ketiga, Al-Ghazali walau pun sebagai pelanjut teologi al-Asy’ari dan pengikut madzhab Syafi’i dalam kategori tasawuf, ia bisa dikategorikan sebagai pengembang teori tasawuf liberal, seperti yang dikembangkan al-Hallaj. Keempat, rumusan teologi al-Asya’ri sampai saat ini masih simpang siur. Dalam kitab al-Ibanah, ia secara gamblang mengecam Mu’tazilah karena sering mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, seraya memuji Ahmad bin Hambal yang tak mau mentakwil. Ia sendiri menisbatkan diri sebagai pelanjut perjuangan Ahmad bin Hambal. Tetapi dalam kitab Al-Luma’ dan Istihsan, ia mentakwil ayat-ayat mutasyabihat, dan memuji Mu’tazilah sebagai golongan Islam yang cerdas dan berjasa membentengi aqidah Islam dari serangan teologi Masehi, Yahudi, Hellenisme, dan lain-lain. Dalam dua kitab itu, ia menuduh kelompok Hambali , sebagai “bodoh” dan jumud.

    Dilain pihak, golongan Al-Asya’ari dan al-Maturidi dituduh sebagai zindiq yang menyesatkan kaum muslimin. bahkan Ibnu Taimiyah dalam beberapa kitabnya mengkafir-kan Al-Asy’ari, jadi studi terhadap pemikiran teologi Al-Asy’ari masih perlu diungkap secara tuntas.

    Buku-buku yang terbit di Saudi Arabia cenderung untuk mengatakan bahwa teologi Asy’ari tidak berbeda dengan teologi yang dikembangkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah. Studi komprehensif tentang Al-Asy’ari ditulis oleh Dr. Hamudah Gharabah menyimpulkan bahwa al-Asy’ari merupakan pemikir yang mampu mengambil jalan tengah antara kecenderungan filosofis dan tektualis dalam menganalisa sifat-sifat dan kekuasaan Tuhan. Kiranya pendapat terakhir inilah yang dianut oleh warga NU.

    Penutup: Agenda Aswaja di Era Modern
    Rumusan NU diatas, walaupun mengandung beberapa kelemahan, harus dipahami sebagai upaya dini untuk meresponi perkembangan pemikiran yang tak akan keluar dari bingkai pemaduan secara seimbang antara landasan normatif Qur’an dan Hadits, dan pengembangan penalaran. Rumusan ini juga harus dipahami sebagai metode untuk menyeleksi budaya lokal dan budaya asing yang masuk ke dunia Islam yang selalu berkembang.

    Karena rumusan itu kita anggap mengikuti metode berpikir pada tokoh, maka harus ada terobosan untuk merenovasi dalam berbagai bidang pemikiran, dengan tujuan kemaslahatan kaum muslimin secara menyeluruh dan melindungi hak-hak asasi manusia, sebagai realisasi Islam yang membawa rahmat bagi alam semesta.

    Hal yang paling mendesak untuk dirumuskan pada era modern ini adalah sebagai berikut, pertama, hubungan Islam dan negara yang sudah terkotak dalam nation state. Kedua, hubungan Syari’ah Islam dengan hukum publik baik nasional maupun internasional. Ketiga, konsep pemberdayaan rakyat menuju masyarakat yang musyawarah dan terbebas dari belenggu penghambaan. Keempat, konsep keadilan ekonomi, politik dan hukum.

    Ketika perdebatan aqidah makin marak dengan munculnya aliran Qadariyah dan Jabariyah, lahirlah al-Asy’ari seorang teolog yang ingin mengembalikan pemahaman aqidah seperti pemahaman kaum salaf dengan memoderasi eksterm aqal dan ekstrem naql. Oleh pengikut dan pendukungnya, pendapat-pendapat beliau diklaim sebagai Aswaja. Awalnya pengertian Aswaja hanya sebatas pada kelompok aqidah, namun kemudian berkembang dan mencakup kelompok dalam mazhab fiqih.

    Konsep Aswaja baru mempunyai ciri dan karakteristik tertentu setelah al-Baghdady merumuskan beberapa aqidah yang menjadi ciri khas Aswaja. Akan tetapi perumusan Al- Baghdady lebih banyak didasarkan pada pelacakan terhadap kelompok mayoritas pada setiap era.

    Perumusan berikutnya dilakukan NU yang intinya merupakan penyempitan terhadap konsep Aswaja Al-Baghdady. Hal itu terjadi karena dasar keberdirian NU dari satu sisi merupakan reaksi terhadap gerakan pembaruan dan sisi lain merupakan pengakuan terhadap praktek keagamaan yang berlaku saat itu. Oleh karena itu Aswaja model NU tidak bersifat mutlak dan universal. Dan bisa juga Aswaja NU direvisi mengingat perkembangan keislaman yang terjadi. Bahkan boleh jadi konsep Aswaja ditiadakan karena akan mempersempit cakupan Aswaja itu sendiri. Wal- Lâhu al musta’ân

    *)Tulisan diambil dari naskah diskusi mingguan KMNU yang diramu kembali dengan makalah saudara Najib Buchori oleh Firdaus Dahlan./sumber :http://satuislam.wordpress.com/tentang-kami/