Selasa, 25 Desember 2012

SEJARAH PERKEMBANGAN AL-QUR'AN



Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A.

A.    PENGERTIAN DAN LINGKUP PEMBAHASANNYA
Menurut Ash-Shabuni bahwa yang dimaksud Ulum al-Quran  ialah seluruh pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Majid yang abadi, baik dari segi penyusunanya, pengumpulannya, sistimatikannya, perbedaan antara surat Makiyah dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan tentang  ayat-ayat  yang  muhkamat  dan  mutasyabihat,  serta  pembahasan-pembahasan lain yang berhubungan dan ada sangkut pautnya dengan al-Qur’an al-’Azim.
Menurut Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al-Dimyah: ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya baik yang berhubungan dengan lafaz-lafaznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya. Sedangkan menurut al-Zarqani dalam kitabnya Manahil al-’Irfan fi Ulum al-Qur’an menyebutkan bahwa Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan masalah yang berhungan dengan Al-Qur’an, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mu’jizatnya, nasikh dan mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan kebingungan terhadap Al-Qur’an dan sebagainya. Sementara itu Manna al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an merumuskan bahwa Ulumul Qur’an ialah: ilmu yang membahas tentang al-Quran dari segi asbab al-nuzul, pengumpulan Alquran, tartibnya, mengetahui makkiyah dan madaniyah, nasikh-mansukh, muhka- mutasyabih dan lain-lain yang berkaitan dengan Alquran.[1]
Dari berbagai definisi tersebut maka ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an ialah seluruh cakupan ilmu yang lengkap yang ada hubungannya dengan al-Qur’an berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu I’rabil Qur’an. Dia mencakup berbagai cabang ilmu yang bersangkut dengan al-Qur’an, dengan menitik beratkan pada pembahasan masing-masing. Sehubungan dengan ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an itu luas dan mendalam, maka mempelajari ilmu ini sangat penting artinya, terutama apabila seseorang ingin menafsirkan al-Qur’an.  Tanpa mengetahui ilmu ini maka seseorang dalam menafsirkan al-Qur’an sangat besar kemungkinan akan salah bahkan sesat dan menyesatkan orang lain. Karena dengan ilmu ini, kita mempunyai pengetahuan yang luas tentang al-Qur’an sehingga kemungkinan kita mampu memahami al-Qur’an dengan baik dan sanggup menafsirkan al-Qur’an serta dapat menanggapi dan menangkis berbagai komentar negatif terhadap al-Quran yang sering dilontarkan non muslim (orientalis dan atheis) dengan maksud menodai Kitab Suci ini dan untuk menimbulkan keragu-raguan  aqidah umat Islam terhadap kesucian dan kebenaran al-Qur’an yang menjadi way on life bagi umat Islam di seluruh dunia.
Lebih jelasnya ash-Shabuni menjelaskan tujuan mengetahui ilmu-ilmu al-Qur’an ini ialah (1) Agar dapat memahami Kalam Allah ‘Azza Wajalla, sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari Rasulullah SAW., serta sejalan pula dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan tabi’in  tentang interpretasi mereka  perihal al-Qur’an. (2) Agar mengetahui cara dan gaya yang dipergunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai sekedar penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya. (3). Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an. (4). Dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan untuk itu.

B.     SEJARAH DAN PERKEMBANGAN Al-QUR’AN[2]
1.      KEADAAN AL-QUR’AN PADA ABAD I DAN II H:
Pada zaman Rasulullah SAW., maupun pada masa berikunya yakni zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu al-Qur’an masih diriwayatkan melalui lisan, belum dibukukan. Karena waktu pada masa Nabi dan para sahabatnya tidak ada kebutuhan sama sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang ulumul Qur’an. Para sahabat mampu mencema kesusasteraan bermutu tinggi-Mereka dapat memahami ayat-ayat al-Qur’an turun kepada Nabi. Jika menghadapi kesukaran dalam memahami sesuatu mengenai al-Qur’an, mereka menanyakannya langsung kepada beliau. Disamping bahasa Qur’an adalah bahasa mereka sendiri sehingga mereka sudah memahami ayat-ayat Qur’an, juga mereka mengetahui asbab nuzul Qur’an. Ketika masa khalifah Utsman dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Dan tindakan khalifah tersebut merupakan perintisan bagi lahirnya suatu ilmu yang kemudian dinamai “Ilmu Rasmil Qur’an” atau Ilmu Rasmil Utsmani” (Ilmu tentang penulisan al-Qur’an).
Pada masa khalifah Ali, makin bertambah banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga bisa terjadi salah membaca Al-Qur’an, sebab mereka tidak mengerti i’rabnya, padahal pada waktu tulisan Al-Qur’an belum ada harakatnya, huruf-hurufnya belum pakai titik dan tanda lainnya. Karena itu khalifah Ali r.a. memerintahkan Abul Aswad ad-Duali (wafat tahun 69 H) supaya meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab guna menjadi cocok keasliannya. Dengan perintahnya itu berarti pula Ali bin Abi Thalib r.a. adalah orang yang meletakkan dasar lahimya “Ilmu I’rabil Qur’an”.
Pada abad I dan II H selain Ustman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui sebagai perintis lahirmya yang kemudian hari dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-Nuzul, Ilmu Makky wal Madaniy, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharibul Qur’an (soal-soal yang memerlukan penta’wilan dan penggalian maknanya). Para perintis ilmu tersebut ialah:
a.       Empat orang Khalifah Rasyidun, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubaik. Mereka itu dari kalangan para sahabat Nabi S.A.W.
b.      Dari kalangan Tabi’in Yaitu Mujahid, ‘Atha bin Yassip, `Ikrimah, Qatadah, Hasan Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka itu Tabi’in di Madinah.
c.       Malik bin Anas dari kaum Tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin). la memperoleh ilmunya dan Zaid bin Aslam.
Pada masa penulisan al-Quran, Ilmu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain, karena ia dipandang sebagai ummul ulumul Qur’aniyah. Di antara ulama yang menekuni dan menulis buku mengenai ilmu tersebut pada abad 11 H ialah:
a.       Syu’bah bin Al-Hajjaj
b.      Sufyan bin `Uyaniah
c.       Waki’ bin AI-Jappah
 Kitab-kitab tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat­-pendapat para sahabat dan tabi’in. kemudian menyusul Ibnu Jarir at-Thabari yang wafat tahun 310 H. Kitabnya merupakan kitab yang paling bermutu, karena banyak berisi riwayat shahib ditulis dengan rumusan yang baik. Kecuali itu juga berisi I’rab (pramasastra), pengkajian dan pendapat-pendapat yang berharga. Di samping tafsir yang ditulis menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, mulai muncul tafsir-tafsir yang ditulis orang berdasarkan akal (ra’yu) atau dengan kata lain muncul tafsir bil-naql dan akal. Ada yang menafsirkan seluruh isi Al-Qur’an, ada yang menafsirkan sebagian saja yakni satu juz, ada yang menafsirkan sebuah surat dan ada pula yang menafsiran hanya satu atau bebera ayat khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.
2.      KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD III H
Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu al-Qur’an yaitu .
a.       `All bin al-Madani (w.234 H) menyusun Ilmu Asbab al-Nuzul.
b.      Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salah (w.224 H) menyusun ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat, dan Fadha’ilul Qur’an.
c.       Muhammad bin Ayyub adh-Dharris (w.294 H) menyusun ilmu Makkiy wal Madaniy.
d.      Muhammad bin Khalaf bin Murzaban (w.309 H) menulis kitab Al-Hawi fi `Ulumul Qur’an.
3.      KEADAAN `ULUMUL QUR’AN PADA ABAD IV H
Pada abad ini telah disusun Ilmu Gharibul Qur’an dan bebepapa kita Ulumul Qur’an dengan istilah Ulumul Qur’an. Diantaranya:
a.       Abubakar bin Qasim al-Anbari (w.328 H) menulis buku `Aja’ibul ‘Ulumul Qur’an. Dalam kitab ini menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Al Qur’an, tentang tupuannya Al-Qur’an dalam “tujuh huruf’, penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan lafaznya.
b.      Abul Hasan al-`Asy’ari menulis kitab al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’ an.
c.       Abubakar as-Sajistani menulis buku Ilmu Gharibul Qur’an. Dan dia wafat pada 330 H.
d.      Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ‘All al-Kurkhi (W. sekitap tahun 360 H) menulis kitab yang berjudul Nukatul Qur’an ad-Dallah `Alai Bayan fi `Anwaa’i1 Ulumi Qal-Ahkam al­ Munabbi’ah `An Ikhtilafil Anam.
e.       Muhammad bin `All al-Afdawi (w. 388 H) menulis buku yang berjudul al-Istighna fi Ulumil Qur’an.
4.      PENULISAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD V H
Pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rabil Qur’an dalam satu kitab. Di samping itu penulisan kitab-kitab dalam Ulumil Qur’an masih terus dilanjutkan oleh para ulama pada masa ini. Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran ialah:
a.       ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Huf (w. 430 H) menulis kitab yang berjudul Al-Burhan fi Ulumil Alquran dan I’rabul Alquran.
b.      Abu `Amp ad-Dani (w. 444 H) menulis kitab yang berjudul at-Taisir Fil Qira’atis Sab’i dan al-Muhkam fin Nuqath.
Khusus kitab al-Burhan di atas adalah berisi 30 jilid tetapi masih ada dan tersimpan di Darul Kutub al-Misriyah tinggal 15 jilid dan tidak unit jilidnya. Kitab ini selain menafsirkan Alquran seluruhnya, juga menepangkan ilmu-ilmu al-Qur’an yang ada hubungannya dengan ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan. Karena itu ilmu-ilmu al-Qur’an tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu al-Qur’an diuraikan secara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini merupakan karya ilmiah yang besar.
5.      KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD VI H
Pada abad ini di samping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulum al-Qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil al-Qur’an. Mereka antara lain:
a.       Abul Qasim Abdurrahman ysng terkenal dengan nama as-Suhaili (w. 581 H) yang menulis kitab Mubhamatul al-Qur’an. Isinya berkisar tentang penjelasan maksud kata-kata dalam al-Qur’an yang tidak jelas atau samar.
b.      Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Fununul Afnan fi `Ajaib al-Qur’an dan al-Mujtab fi Ulumin Yata’allaqu bil al-Qur’an.

6.      KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD VII H
Pada abad VII H ini, ilmu-ilmu al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul al-Qur’an dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Diantaranya:
a.       Ibnu Abdus Salam, yang nama lengkapnya Syaikhul Islam Imam Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdus Salam, terkenal dengan nama Al-`izz (w 660 H) menyusun kitab yang berjudul Majazul al-Qur’an.
b.      ‘Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H) yang terkenal dengan nama as­-Sakhawi, yang menyusun kitab Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Qurra wa Kamalul Iqra’. Kitab ini berisi tentang berbagi ilmu qiraat, seperti tajwid, waqaf, dan ibtida (letak bacaan dimulai), nasikh dan mansukh.
c.       Abu Syamah (w. 665 H) menulis kitab al-Mursyidul Wajiz fi ma Yata’allaqu bi al-Quranil ‘Aziz.

7.         KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD VIII H
Pada abad ini muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Qur’an, sedang penulisan tentang kitab-kitab Ulumul Quran masih tetap berlanjut. Yaitu:
a.       Badruddin az-Zarkasyi (w. 794 H). ia termasuk  ulama ahli tafsir dan ahli ilmu ushuluddin, lahip 745 H. menyusun kitab dalam empat jilid: al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an. Professor Muhammad Abul Fadhl telah berjasa dalam usahanya tersebut.
b.      Ibnu Abil Isba menyusun kitab Ilmu Badai’u al-Qur’an (suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan) bahasa dan kandungan al-Qur’an dalam al-Qur’an.
c.       Ibnul Qayyim (w. 752 H) menusun Ilmu Aqsami al-Qur’an (suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Qur’an).
d.      Najmuddin al-Thufi (w. 716 H) menyusun Ilmu Hujaji al-Qur’an atau Ilmu Jadadi al-Qur’an.
e.       Abul Hasan al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsali al-Qur’an.


8.      KEADAAN ULUMU AL-QUR’AN PADA ABAD IX H
Pada abad ini lebih banyak lagi penulis di antara para ulama sehingga pada abad ini boleh dikatakan perkembangan Ulumu al-Qur’an mencapai kesempurnaannya. Di antara ulama itu ialah:
a.       Jalaluddin al-Bulqaini (w. 824 H). Dia seorang ulama yang cerdas ahli di bidang ilmu fiqih, ushuluddin, bahasa Arab, tafsir, ma’ani dan bayan. Ia menulis kitab Mawaqi’ul Ulum min Mawaqi’in Nujum. Menurut al-Suyuti memandangnya sebagai pelopor menyusun kitab Ulumu al-Qur’an yang lengkap. Sebab di dalamnya telah dapat disusun sejumlah 50 macam Ilmu al-Qur’an.
b.      Muhammad bin Sulaiman al-Kafiaji (w. 879 H) menyusun kitab al-Taisir fi Qawaidi at-Tafsir.
c.       As-Suyuti (w.911 H) menyusun kitab At-Tahbir fi Ulumi at-Tafsir. Penyusunan kitab ini pada tahun 872 H dan merupakan kitab Ulumu al-Qur’an yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu-ilmu al-Qur’an. Namun Imam as-Suyuti belum puas atas karya ilmiahnya yang hebat ini, kemudian menyusun kitab yang berjudul al-Itqan fi Ulumi al-Qur’an (2 juz) yang membahas sejumlah 80 macam ilmu-ilmu al-Qur’an secara sistematis. Kitab ini belum ada yang menandingi mutunya dan kitab ini diakui sebagai kitab standar dalam mata pelajaran Ulumu al-Qur’an.
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ulumu al-Qur’an, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
9.      KEADAAN ULUMU AL-QUR’AN PADA ABAD XIV H
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian ulama menyusun kitab-kitab yang membahas al-Qur’an dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Qur’an, di antara mereka itu ialah:
a.       Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
b.      Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinu at-Ta’wil.
c.       Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilu al-Irfan fi Ulumi al-Qur’an (2 jilid).
d.      Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhaju al-Furqan fi Ulumi al-Qur’an.
e.       Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an dan al-Qur’an wa al-Ulumu al-Ashriyah.
f.       Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazu al-Qur’an.
g.      Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya seperti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamati al-Qur’an.
h.      Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitu al-Fanni fi al-Qur’an dan kitab Fi Dzilali al-Qur’an.
i.        Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Quranu al-Hakim. Kitab ini selain menafsirkan al-Qur’an secara ilmiyah, juga membahas Ulum al-Qur’an.
j.        DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Guru Besar al-Azhar university yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim, Nadzarratun Jadidah fi al-Qur’an.
k.      Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratu al-Quraniyyah. Kitab ini membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
l.        Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzaratun fil al-Qur’an.
m.    Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumi al-Qur’an. Kitab ini selain membahas Ulumu al-Qur’an, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat orientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an
n.      Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria, mengarang kitab al-Manhalu al-Khalid.
Lahirnya istilah Ulumu al-Qur’an sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan menyeluruh tentang al-Qur’an, menurut para penulis Sejarah Ulumu al-Qur’an pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al­-Zarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum al-Qur’an sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumi al-Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumu al-Qur’an sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian diteruskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh al­Zarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada periode terakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seorang ulama dalam bidang Ulum al-Qur’an, sebab setelah as-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumu al-Qur’an sampai akhir abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang al-Qur’an, baik yang membahas ulumu al-Qur’an maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum al-Quran.












DAFTAR PUSTAKA

Ahmad al-Syarbasi, Tarikh al-Tafsir al-Qur’an, (tepj), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1985.
Departemen Agama RI, Al-Qur’un dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Jakarta, 1974.
Hasbi  ash-Shiddiqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an, Media-media Pokok dalam Menafsirkan al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972.
Hasan Muhammad Musa, Qamus Qur’ani, Maktabah Khalil Ibrahim, Iskandariyah, 1966.
Loeis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1986.
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Mansyurah al-Ashr al-Hadis, Riyad, tt.
Masfuk Zuhdi, Pengantar Ulumu al-Qur’an, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993.
Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin, Ushul fi al-Tafsir, (terj), Dina Utama, Semarang, 1989.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’ jam al-Mufakhrus li al-Fadz al-Qur’an al­Karim, Dar al-Fikr, Beirut, Lebanon, 1987.
Muhammad Ismail Ibrahim, Al-Qur’an wa I ja:uhu al-Ummiyin, Dar al-Fikr, Kairo, tt.,.
 Shobuni al, Muhammad Ali, At-Tibyaan fi Uluum al-Qur’an, Beirut, ttp. 1985.
Suyuthi, ash, Abdurrahman Jalaluddin, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Juz Idan II, Dar al-Fikr, Beirut, 1951.
Zarkasyi, az Badruddin Muhammad bin Abdullah, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Isa al-Baby al-Halaby, Kairo, 1957.



[1] Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Mansyurah al-Ashar al-Hadis, Riyad, tt. Hal. 15-16
[2] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993, hal. 5-25. Perkembangan Ulumul Quran dalam tulisan ini diambil dari buku tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar