Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A.
A.
PENGERTIAN
DAN LINGKUP PEMBAHASANNYA
Menurut
Ash-Shabuni bahwa yang dimaksud Ulum al-Quran
ialah seluruh pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Majid yang
abadi, baik dari segi penyusunanya, pengumpulannya, sistimatikannya, perbedaan
antara surat Makiyah dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan tentang ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabihat, serta
pembahasan-pembahasan lain yang berhubungan dan ada sangkut pautnya dengan al-Qur’an al-’Azim.
Menurut
Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al-Dimyah:
ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya baik yang berhubungan dengan lafaz-lafaznya maupun yang berhubungan
dengan hukum-hukumnya dan sebagainya. Sedangkan menurut al-Zarqani dalam
kitabnya Manahil al-’Irfan fi Ulum al-Qur’an
menyebutkan bahwa Ulumul Qur’an ialah
pembahasan-pembahasan masalah yang berhungan dengan Al-Qur’an, dari segi turunnya,
urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mu’jizatnya, nasikh dan mansukhnya, dan bantahan terhadap
hal-hal yang bisa menimbulkan kebingungan terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.
Sementara itu Manna al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an merumuskan bahwa Ulumul Qur’an ialah: ilmu yang membahas tentang al-Quran dari segi asbab al-nuzul, pengumpulan Alquran, tartibnya,
mengetahui makkiyah dan madaniyah, nasikh-mansukh, muhka-
mutasyabih dan lain-lain yang berkaitan dengan Alquran.[1]
Dari
berbagai definisi tersebut maka ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an ialah seluruh cakupan ilmu yang lengkap yang ada
hubungannya dengan al-Qur’an berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab
seperti ilmu I’rabil Qur’an. Dia
mencakup berbagai cabang ilmu yang bersangkut dengan al-Qur’an, dengan menitik
beratkan pada pembahasan masing-masing. Sehubungan dengan ruang lingkup
pembahasan Ulumul Qur’an itu luas dan
mendalam, maka mempelajari ilmu ini sangat penting artinya, terutama apabila
seseorang ingin menafsirkan al-Qur’an. Tanpa mengetahui ilmu ini maka
seseorang dalam menafsirkan al-Qur’an sangat besar kemungkinan akan salah
bahkan sesat dan menyesatkan orang lain. Karena dengan ilmu ini, kita mempunyai
pengetahuan yang luas tentang al-Qur’an sehingga kemungkinan kita mampu
memahami al-Qur’an dengan baik dan sanggup menafsirkan al-Qur’an serta dapat
menanggapi dan menangkis berbagai komentar negatif terhadap al-Quran yang
sering dilontarkan non muslim (orientalis dan atheis) dengan maksud menodai
Kitab Suci ini dan untuk menimbulkan keragu-raguan aqidah umat Islam
terhadap kesucian dan kebenaran al-Qur’an yang menjadi way on life bagi
umat Islam di seluruh dunia.
Lebih
jelasnya ash-Shabuni menjelaskan tujuan mengetahui ilmu-ilmu al-Qur’an ini
ialah (1) Agar dapat memahami Kalam Allah ‘Azza
Wajalla, sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari Rasulullah SAW.,
serta sejalan pula dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan tabi’in tentang interpretasi
mereka perihal al-Qur’an. (2) Agar mengetahui cara dan gaya yang
dipergunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai
sekedar penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta
kelebihan-kelebihannya. (3). Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam
menafsirkan Al-Qur’an. (4). Dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan untuk itu.
B.
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN Al-QUR’AN[2]
1.
KEADAAN
AL-QUR’AN PADA ABAD I DAN II H:
Pada zaman
Rasulullah SAW., maupun pada masa berikunya yakni zaman kekhalifahan Abu Bakar
dan Umar, ilmu-ilmu al-Qur’an masih diriwayatkan melalui lisan, belum
dibukukan. Karena waktu pada masa Nabi dan para sahabatnya tidak ada kebutuhan
sama sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang ulumul Qur’an. Para
sahabat mampu mencema kesusasteraan bermutu tinggi-Mereka dapat memahami
ayat-ayat al-Qur’an turun kepada Nabi. Jika menghadapi kesukaran dalam memahami
sesuatu mengenai al-Qur’an, mereka menanyakannya langsung kepada beliau.
Disamping bahasa Qur’an adalah bahasa mereka sendiri sehingga mereka sudah
memahami ayat-ayat Qur’an, juga mereka mengetahui asbab nuzul Qur’an. Ketika
masa khalifah Utsman dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non
Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada
mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim
ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua
mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Dan tindakan
khalifah tersebut merupakan perintisan bagi lahirnya suatu ilmu yang kemudian
dinamai “Ilmu Rasmil Qur’an” atau Ilmu Rasmil Utsmani” (Ilmu tentang
penulisan al-Qur’an).
Pada masa
khalifah Ali, makin bertambah banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan
mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga bisa terjadi salah membaca
Al-Qur’an, sebab mereka tidak mengerti i’rabnya, padahal pada waktu tulisan
Al-Qur’an belum ada harakatnya, huruf-hurufnya belum pakai titik dan tanda
lainnya. Karena itu khalifah Ali r.a. memerintahkan Abul Aswad ad-Duali (wafat
tahun 69 H) supaya meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab guna menjadi cocok
keasliannya. Dengan perintahnya itu berarti pula Ali bin Abi Thalib r.a. adalah
orang yang meletakkan dasar lahimya “Ilmu
I’rabil Qur’an”.
Pada abad
I dan II H selain Ustman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui
sebagai perintis lahirmya yang kemudian hari dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-Nuzul,
Ilmu Makky wal Madaniy, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharibul Qur’an (soal-soal yang
memerlukan penta’wilan dan penggalian
maknanya). Para perintis ilmu tersebut ialah:
a. Empat orang Khalifah Rasyidun, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai
bin Ka’ab, Abu Musa Al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubaik. Mereka itu dari
kalangan para sahabat Nabi S.A.W.
b. Dari kalangan Tabi’in Yaitu Mujahid, ‘Atha bin Yassip, `Ikrimah, Qatadah, Hasan
Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka itu Tabi’in
di Madinah.
c. Malik bin Anas dari kaum Tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum
muslimin). la memperoleh ilmunya dan Zaid bin Aslam.
Pada masa
penulisan al-Quran, Ilmu Tafsir
berada di atas segala ilmu yang lain, karena ia dipandang sebagai ummul ulumul Qur’aniyah. Di antara ulama
yang menekuni dan menulis buku mengenai ilmu tersebut pada abad 11 H ialah:
a. Syu’bah bin Al-Hajjaj
b. Sufyan bin `Uyaniah
c. Waki’ bin AI-Jappah
Kitab-kitab
tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat-pendapat para sahabat
dan tabi’in. kemudian menyusul Ibnu
Jarir at-Thabari yang wafat tahun 310 H. Kitabnya merupakan kitab yang paling
bermutu, karena banyak berisi riwayat shahib ditulis dengan rumusan yang baik.
Kecuali itu juga berisi I’rab
(pramasastra), pengkajian dan pendapat-pendapat yang berharga. Di samping
tafsir yang ditulis menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu,
mulai muncul tafsir-tafsir yang ditulis orang berdasarkan akal (ra’yu) atau dengan kata lain muncul tafsir bil-naql dan akal. Ada yang menafsirkan seluruh isi Al-Qur’an, ada yang
menafsirkan sebagian saja yakni satu juz, ada yang menafsirkan sebuah surat dan
ada pula yang menafsiran hanya satu atau bebera ayat khusus, seperti ayat-ayat
yang berkaitan dengan hukum.
2.
KEADAAN
ULUMUL QUR’AN PADA ABAD III H
Pada abad
III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa
ilmu al-Qur’an yaitu .
a. `All bin al-Madani (w.234 H)
menyusun Ilmu Asbab al-Nuzul.
b. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salah (w.224
H) menyusun ilmu Nasikh wal Mansukh
dan Ilmu Qiraat, dan Fadha’ilul Qur’an.
c. Muhammad bin Ayyub adh-Dharris
(w.294 H) menyusun ilmu Makkiy wal
Madaniy.
d. Muhammad bin Khalaf bin Murzaban
(w.309 H) menulis kitab Al-Hawi fi
`Ulumul Qur’an.
3.
KEADAAN
`ULUMUL QUR’AN PADA ABAD IV H
Pada abad
ini telah disusun Ilmu Gharibul Qur’an
dan bebepapa kita Ulumul Qur’an
dengan istilah Ulumul Qur’an.
Diantaranya:
a. Abubakar bin Qasim al-Anbari (w.328
H) menulis buku `Aja’ibul ‘Ulumul Qur’an.
Dalam kitab ini menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Al Qur’an,
tentang tupuannya Al-Qur’an dalam “tujuh huruf’, penulisan mushaf, jumlah
surah, ayat dan lafaznya.
b. Abul Hasan al-`Asy’ari menulis kitab
al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’ an.
c. Abubakar as-Sajistani menulis buku
Ilmu Gharibul Qur’an. Dan dia wafat
pada 330 H.
d. Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad
‘All al-Kurkhi (W. sekitap tahun 360 H) menulis kitab yang berjudul Nukatul Qur’an ad-Dallah `Alai Bayan fi
`Anwaa’i1 Ulumi Qal-Ahkam al Munabbi’ah `An Ikhtilafil Anam.
e. Muhammad bin `All al-Afdawi (w. 388
H) menulis buku yang berjudul al-Istighna
fi Ulumil Qur’an.
4.
PENULISAN
ULUMUL QUR’AN PADA ABAD V H
Pada abad V
H mulai disusun Ilmu I’rabil Qur’an
dalam satu kitab. Di samping itu penulisan kitab-kitab dalam Ulumil Qur’an masih terus dilanjutkan
oleh para ulama pada masa ini. Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran ialah:
a. ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Huf
(w. 430 H) menulis kitab yang berjudul Al-Burhan
fi Ulumil Alquran dan I’rabul Alquran.
b. Abu `Amp ad-Dani (w. 444 H) menulis
kitab yang berjudul at-Taisir Fil
Qira’atis Sab’i dan al-Muhkam fin
Nuqath.
Khusus kitab al-Burhan di atas
adalah berisi 30 jilid tetapi masih ada dan tersimpan di Darul Kutub
al-Misriyah tinggal 15 jilid dan tidak unit jilidnya. Kitab ini selain menafsirkan
Alquran seluruhnya, juga menepangkan ilmu-ilmu al-Qur’an yang ada hubungannya
dengan ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan. Karena itu ilmu-ilmu al-Qur’an
tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu al-Qur’an
diuraikan secara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut
judulnya. Namun demikian, kitab ini merupakan karya ilmiah yang besar.
5.
KEADAAN
ULUMUL QUR’AN PADA
ABAD VI H
Pada abad
ini di samping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulum al-Qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil al-Qur’an. Mereka antara
lain:
a. Abul Qasim Abdurrahman ysng terkenal
dengan nama as-Suhaili (w. 581 H) yang menulis kitab Mubhamatul al-Qur’an. Isinya berkisar tentang penjelasan maksud
kata-kata dalam al-Qur’an yang tidak jelas atau samar.
b. Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyusun
kitab Fununul Afnan fi `Ajaib
al-Qur’an dan al-Mujtab fi Ulumin
Yata’allaqu bil al-Qur’an.
6.
KEADAAN
ULUMUL QUR’AN PADA
ABAD VII H
Pada abad
VII H ini, ilmu-ilmu al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul al-Qur’an dan tersusun pula Ilmu
Qiraat. Diantaranya:
a. Ibnu Abdus Salam, yang nama
lengkapnya Syaikhul Islam Imam Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdus Salam,
terkenal dengan nama Al-`izz (w 660 H) menyusun kitab yang berjudul Majazul al-Qur’an.
b. ‘Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H)
yang terkenal dengan nama as-Sakhawi, yang menyusun kitab Ilmu Qiraat dalam
kitabnya Jamalul Qurra wa Kamalul Iqra’.
Kitab ini berisi tentang berbagi ilmu qiraat, seperti tajwid, waqaf, dan ibtida (letak bacaan dimulai), nasikh dan mansukh.
c. Abu Syamah (w. 665 H) menulis kitab al-Mursyidul Wajiz fi ma Yata’allaqu bi al-Quranil
‘Aziz.
7.
KEADAAN
ULUMUL QUR’AN PADA
ABAD VIII H
Pada abad
ini muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Qur’an,
sedang penulisan tentang kitab-kitab Ulumul
Quran masih tetap berlanjut. Yaitu:
a. Badruddin az-Zarkasyi (w. 794 H). ia
termasuk ulama ahli tafsir dan ahli ilmu ushuluddin, lahip 745 H. menyusun kitab dalam empat jilid: al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an. Professor
Muhammad Abul Fadhl telah berjasa dalam usahanya tersebut.
b. Ibnu Abil Isba menyusun kitab Ilmu Badai’u al-Qur’an (suatu ilmu yang
membahas macam-macam badi’
(keindahan) bahasa dan kandungan al-Qur’an dalam al-Qur’an.
c. Ibnul Qayyim (w. 752 H) menusun Ilmu
Aqsami al-Qur’an (suatu ilmu yang
membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Qur’an).
d. Najmuddin al-Thufi (w. 716 H)
menyusun Ilmu Hujaji al-Qur’an atau
Ilmu Jadadi al-Qur’an.
e. Abul Hasan al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsali al-Qur’an.
8.
KEADAAN
ULUMU AL-QUR’AN PADA ABAD IX H
Pada abad
ini lebih banyak lagi penulis di antara para ulama sehingga pada abad ini boleh
dikatakan perkembangan Ulumu al-Qur’an
mencapai kesempurnaannya. Di antara ulama itu ialah:
a. Jalaluddin al-Bulqaini (w. 824 H).
Dia seorang ulama yang cerdas ahli di bidang ilmu fiqih, ushuluddin, bahasa
Arab, tafsir, ma’ani dan bayan. Ia
menulis kitab Mawaqi’ul Ulum min
Mawaqi’in Nujum. Menurut al-Suyuti memandangnya sebagai pelopor menyusun
kitab Ulumu al-Qur’an yang lengkap.
Sebab di dalamnya telah dapat disusun sejumlah 50 macam Ilmu al-Qur’an.
b. Muhammad bin Sulaiman al-Kafiaji (w.
879 H) menyusun kitab al-Taisir fi
Qawaidi at-Tafsir.
c. As-Suyuti (w.911 H) menyusun kitab At-Tahbir
fi Ulumi at-Tafsir. Penyusunan kitab ini pada tahun 872 H dan merupakan
kitab Ulumu al-Qur’an yang paling
lengkap karena memuat 102 macam ilmu-ilmu al-Qur’an. Namun Imam as-Suyuti belum
puas atas karya ilmiahnya yang hebat ini, kemudian menyusun kitab yang berjudul
al-Itqan
fi Ulumi al-Qur’an (2 juz) yang membahas sejumlah 80 macam ilmu-ilmu
al-Qur’an secara sistematis. Kitab ini belum ada yang menandingi mutunya dan
kitab ini diakui sebagai kitab standar dalam mata pelajaran Ulumu al-Qur’an.
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun
911 H, perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an seolah-olah telah mencapai puncaknya
dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ulumu al-Qur’an, dan keadaan semacam itu
berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
9.
KEADAAN
ULUMU AL-QUR’AN PADA ABAD XIV H
Setelah
memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian ulama menyusun
kitab-kitab yang membahas al-Qur’an dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Qur’an,
di antara mereka itu ialah:
a. Thahir al-Jazairi menyusun kitab
Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
b. Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H)
menyusun kitab Mahasinu at-Ta’wil.
c. Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani
menyusun kitab Manahilu al-Irfan fi Ulumi
al-Qur’an (2 jilid).
d. Muhammad Ali Salamah mengarang kitab
Manhaju al-Furqan fi Ulumi al-Qur’an.
e. Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an dan al-Qur’an wa al-Ulumu al-Ashriyah.
f. Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazu al-Qur’an.
g. Mustafa al-Maraghi menyusun kitab
“Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para
ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya seperti
Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamati al-Qur’an.
h. Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitu al-Fanni fi al-Qur’an dan
kitab Fi Dzilali al-Qur’an.
i.
Sayyid
Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir
al-Quranu al-Hakim. Kitab ini selain menafsirkan al-Qur’an secara ilmiyah,
juga membahas Ulum al-Qur’an.
j.
DR.
Muhammad Abdullah Darraz, seorang Guru Besar al-Azhar university yang
diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al
`Adzim, Nadzarratun Jadidah fi al-Qur’an.
k. Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratu al-Quraniyyah. Kitab ini
membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
l.
Muhammad
al-Ghazali mengarang kitab Nadzaratun fil
al-Qur’an.
m. Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang
kitab Mahabits fi Ulumi al-Qur’an.
Kitab ini selain membahas Ulumu al-Qur’an,
juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat orientalis yang
dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an
n. Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas
Syari’ah Universitas Syria, mengarang kitab al-Manhalu
al-Khalid.
Lahirnya
istilah Ulumu al-Qur’an sebagai salah
satu ilmu yang lengkap dan menyeluruh tentang al-Qur’an, menurut para penulis
Sejarah Ulumu al-Qur’an pada umumnya
berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al-Zarqani
istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an. Kemudian
pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum al-Qur’an sebagai suatu ilmu sudah
ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumi al-Qur’an. Dari
berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumu al-Qur’an sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu
Marzuban (w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H)
pada abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI
H. Kemudian diteruskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian
disempurnakan oleh alZarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian
ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad
IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal
abad X H. Pada periode terakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seorang
ulama dalam bidang Ulum al-Qur’an,
sebab setelah as-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumu al-Qur’an sampai akhir abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai
sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk
menyusun kitab-kitab tentang al-Qur’an, baik yang membahas ulumu al-Qur’an maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad al-Syarbasi, Tarikh
al-Tafsir al-Qur’an, (tepj), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1985.
Departemen Agama RI, Al-Qur’un
dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Jakarta,
1974.
Hasbi ash-Shiddiqy, Ilmu-ilmu
al-Qur’an, Media-media Pokok dalam Menafsirkan al-Qur’an, Bulan Bintang,
Jakarta, 1972.
Hasan Muhammad Musa, Qamus
Qur’ani, Maktabah Khalil Ibrahim, Iskandariyah, 1966.
Loeis Ma’luf, Al-Munjid fi
al-Lughah wa al-A‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1986.
Manna al-Qaththan, Mabahits fi
Ulum al-Qur’an, Mansyurah al-Ashr al-Hadis, Riyad, tt.
Masfuk Zuhdi, Pengantar Ulumu al-Qur’an,
PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993.
Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin, Ushul
fi al-Tafsir, (terj), Dina Utama, Semarang, 1989.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’
jam al-Mufakhrus li al-Fadz al-Qur’an alKarim, Dar al-Fikr, Beirut,
Lebanon, 1987.
Muhammad Ismail Ibrahim, Al-Qur’an
wa I ja:uhu al-Ummiyin, Dar al-Fikr, Kairo, tt.,.
Shobuni al, Muhammad Ali, At-Tibyaan
fi Uluum al-Qur’an, Beirut, ttp. 1985.
Suyuthi, ash, Abdurrahman
Jalaluddin, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Juz Idan II, Dar al-Fikr, Beirut,
1951.
Zarkasyi, az Badruddin Muhammad bin
Abdullah, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Isa al-Baby al-Halaby, Kairo,
1957.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar